Sahabat JoSe, berdasarkan
Kemenkes RI tahun 2006, hasil survei yang dilakukan Subdit diare pada
tahun 2002 dan 2003 pada 40 Desa di 10 Provinsi menunjukkan prevalensi infeksi
cacing menunjukan angka 2,2% - 96,3%. Paling banyak terjadi pada anak usia
sekolah 5 – 14 tahun. Penyakit kecacingan dapat ditularkan melalui berbagai
cara, diantaranya melalui makanan atau minuman yang tercemar telur cacing atau
melalui tanah yang disebut juga soil
transmited helminthiasis.
Gejala infeksi cacing bisa ringan
hingga berat. Pada infeksi cacing ringan, gejala tidak tampak khas.
Gejala umum yang harus dikenali adalah lesu, tidak bersemangat, sering
mengantuk, pucat dan kurang gizi. Infeksi cacing berpengaruh terhadap
pemasukan, pencernaan, penyerapan, serta pengolahan makanan sehingga berakibat
hilangnya protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin dalam jumlah besar. Selain
itu dapat menimbulkan anemia, diare dan gangguan respon imun. Anak yang
menderita infeksi cacing mempunyai risiko tinggi mengalami gangguan nutrisi,
gangguan tumbuh kembang dan penurunan prestasi belajar.
Ada beberapa jenis cacing yang
bisa menimbulkan infeksi pada anak. Pertama adalah cacing gelang. Jenis
cacing ini masuk ke dalam tubuh manusia berupa telur yang terdapat pada
sayuran dan buah yang tidak dibersihkan dengan baik. Cacing gelang dewasa
berukuran 20-30 cm dan mampu bertelur 200.000 telur per harinya. Cacing ini
akan menimbulkan kerusakan pada lapisan usus halus, menyebabkan diare, sehingga
mengganggu penyerapan karbohidrat dan protein.
Kedua adalah cacing cambuk dewasa
yang mampu bertelur hingga 5-10 ribu butir per hari. Cacing ini dapat
membenamkan kepalanya pada dinding usus besar sehingga menyebabkan luka di
usus. Pada infeksi yang berat akan terjadi diare yang mengandung lendir dan
darah.
Ketiga yaitu cacing tambang yang
mampu bertelur 15-20 ribu butir per hari. Larva cacing tambang mampu menembus
kulit kaki dan selanjutnya terbawa oleh pembuluh darah ke dalam usus halus,
paru dan jantung. Infeksi cacing tambang ini akan menimbulkan perlukaan usus
yang lebih dalam sehingga perdarahan dapat lebih berat dibanding infeksi cacing
jenis lain.
Keempat adalah cacing kremi yang
berbentuk kecil dan berwarna putih. Cacing ini bersarang di usus besar. Cacing
kremi dewasa akan berpindah ke anus untuk bertelur. Telur inilah yang
menimbulkan rasa gatal pada anus. Bila digaruk, telur akan pecah dan larva
masuk ke dalam dubur. selain itu, telur akan bersembunyi di jari, kuku,
menempel pada pakaian/sprei/handuk sehingga menulari orang lain.
Indonesia dengan iklim yang
tropis memiliki angka kecacingan yang tinggi sebesar 28% faktor - faktor yang
mempengaruhi, Yaitu kurangnya kebersihan, sanitasi, pasokan air, kepadatan
penduduk, serta tanah yang lembab.
Infeksi cacing ini dapat dicegah
dengan cara menjaga pola perilaku hidup bersih dan sehat, yaitu dengan cara
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, menggunting kuku seminggu sekali,
menggunakan alas kaki, mencuci buah dan sayur sebelum dikonsumsi dan minum obat
cacing jika ada anak atau anggota keluarga yang menderita kecacingan.
Selain menerapkan pola perilaku
hidup bersih dan sehat, pencegahan infeksi cacing dapat dilakukan dengan
pemberian obat cacing. Pemberian obat cacing dapat dimulai sejak anak usia 2
tahun. Hal ini, disebabkan karena pada anak usia 2 tahun sudah terjadi adanya
kontak dengan tanah yang merupakan sumber penularan infeksi cacing. Pemberian
obat cacing dapat diulang setiap 6 bulan sekali. Sedangkan, untuk daerah non
endemis pemberian obat cacing harus diberikan sesuai indikasi dan sesuai
pemeriksaan dokter dengan hasil pemeriksaan tinja positif ditemukan telur
cacing atau cacing.
Kesimpulan
Kapan balita perlu minum obat
cacing ? Balita usia 2 tahun dapat mulai diberikan obat cacing, bersamaan
dengan menjaga kebersihan lingkungan. Prinsip pemberian obat cacing pada anak
adalah bila hasil pemeriksaan tinja ditemukan telur cacing atau cacing,
dan memiliki gejala anemia, gangguan nutrisi dan lekas letih, lesu. Semoga
penjelasan ini dapat membantu para orangtua agar anak terhindar atau sembuh
dari infeksi cacing sehingga sang buah hati dapat tumbuh dan berkembang
optimal.
Penulis : Dr. Bagus Budi Santoso
Reviewer : Dr. Mulya Rahma
Karyanti, Sp.A(K)
Artikel ini dibuat berdasarkan
wawancara dengan Dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K) M.Sc di Dept. Ilmu Kesehatan
Anak FKUI-RSCM pada tanggal 24 Januari 2017.
Sumber : Ikatan Dokter Anak
Indonesia
#kecacingan #cegahkecacingan